Pemindaian Retina Mata, Kontroversi & Risiko yang Wajib Dipahami
Pemindaian retina mata menjadi topik hangat di Indonesia, terutama setelah munculnya fenomena di mana masyarakat rela memindai retina mereka untuk mendapatkan imbalan uang tunai atau cryptocurrency.
Salah satu proyek yang mencuri perhatian adalah Worldcoin, yang menawarkan insentif finansial bagi pengguna yang bersedia memberikan data biometrik retina mereka.
Namun, di balik kemudahan dan iming-iming keuntungan, fenomena ini menuai kontroversi di kalangan pakar, memunculkan kekhawatiran akan bahaya penyalahgunaan data, dan mendorong respons kebijakan dari pemerintah.
Artikel ini akan mengulas fenomena tersebut secara mendalam, berdasarkan berbagai sumber yang telah dirangkum secara ringkas.
Apa Itu Fenomena Pemindaian Retina Mata Ditukar Uang?
Pemindaian retina mata adalah teknologi biometrik yang memanfaatkan pola unik pembuluh darah di retina untuk verifikasi identitas. Teknologi ini dianggap sangat akurat karena pola retina setiap individu bersifat unik dan sulit dipalsukan.
Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan seperti Worldcoin memperkenalkan model bisnis yang kontroversial: menawarkan uang tunai atau aset digital kepada pengguna, terutama di negara berkembang seperti Indonesia, untuk memindai retina mereka.
Worldcoin, misalnya, dilaporkan menawarkan imbalan mulai dari Rp400.000 hingga Rp800.000 kepada warga Indonesia yang bersedia memindai iris mata mereka menggunakan perangkat khusus bernama Orb. Tujuannya, menurut Worldcoin, adalah menciptakan sistem identitas digital global yang inklusif.
Namun, praktik ini memicu perdebatan sengit karena menyangkut privasi, keamanan data, dan etika pengumpulan data biometrik.
Fenomena ini viral di media sosial, dengan banyak anak muda tergiur oleh imbalan cepat tanpa memahami risiko jangka panjang.
Postingan di X menunjukkan antusiasme sekaligus kekhawatiran masyarakat, dengan beberapa menyebutkan bahwa data retina “lebih sensitif dari sidik jari” dan berpotensi disalahgunakan jika bocor.
Kontroversi di Kalangan Pakar
Fenomena ini tidak luput dari sorotan pakar teknologi, keamanan siber, dan hukum. Berikut adalah beberapa poin kontroversi yang diangkat:
- Etika Pengumpulan Data Biometrik
Pakar privasi data mempertanyakan etika di balik menargetkan masyarakat berpenghasilan rendah dengan iming-iming uang. Praktik ini dianggap eksploitatif karena memanfaatkan kerentanan ekonomi. Seorang pakar dari Universitas Indonesia menyatakan bahwa “pengumpulan data biometrik dengan imbalan finansial dapat menciptakan inseden berbahaya, di mana privasi dijual demi keuntungan sementara”. - Kurangnya Transparansi
Worldcoin dikritik karena kurang transparan tentang bagaimana data retina akan disimpan, digunakan, atau dibagikan. Meskipun perusahaan mengklaim data dienkripsi, pakar keamanan siber memperingatkan bahwa tidak ada sistem yang benar-benar kebal dari peretasan. - Risiko Penyalahgunaan Data
Pakar teknologi seperti yang dikutip di Media Indonesia menegaskan bahwa data retina, sebagai identitas biologis yang tidak dapat diubah, memiliki risiko besar jika jatuh ke tangan yang salah. Berbeda dengan kata sandi, data retina tidak bisa di-reset, sehingga kebocoran dapat menyebabkan kerugian permanen. - Ketimpangan Sosial
Beberapa akademisi menyoroti bahwa proyek seperti Worldcoin dapat memperdalam ketimpangan digital, di mana masyarakat di negara berkembang menjadi “tambang data” bagi perusahaan teknologi global tanpa mendapatkan manfaat yang setara.
Dampak Bahaya Jika Data Retina Disalahgunakan
Penyalahgunaan data biometrik retina dapat menimbulkan konsekuensi serius, baik bagi individu maupun masyarakat secara luas. Berikut adalah beberapa dampak bahaya yang perlu diwaspadai:
- Pencurian Identitas
Data retina yang bocor dapat digunakan untuk menyamar sebagai seseorang dalam sistem keamanan berbasis biometrik, seperti akses perbankan atau layanan pemerintahan. Ini meningkatkan risiko penipuan finansial dan kejahatan siber. - Pelanggaran Privasi
Data retina dapat digunakan untuk melacak aktivitas seseorang tanpa sepengetahuan mereka, misalnya dalam sistem pengawasan massal. Postingan di X menyebutkan kekhawatiran bahwa “kita bisa dipantau seumur hidup” jika data retina bocor. - Diskriminasi dan Bias Teknologi
Teknologi biometrik tidak selalu netral. Jika data retina digunakan dalam sistem kecerdasan buatan yang bias, ini dapat menyebabkan diskriminasi terhadap kelompok tertentu, seperti yang diperingatkan oleh Federal Trade Commission dalam konteks biometrik lainnya. - Ketidaknyamanan Fisik dan Psikologis
Proses pemindaian retina kadang dirasa invasif, terutama dengan perangkat jarak dekat. Ada juga risiko iritasi mata jika peralatan tidak higienis, sebagaimana diungkap dalam laporan teknologi. - Kerugian Jangka Panjang
Kebocoran data biometrik bersifat permanen karena retina tidak dapat diubah. Kasus seperti pengambilalihan data biometrik oleh Taliban di Afghanistan menunjukkan bagaimana data ini dapat disalahgunakan untuk penindasan.
Kebijakan Pemerintah Indonesia
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), telah mengambil langkah tegas terkait fenomena ini. Berikut adalah respons kebijakan yang telah dilakukan:
- Pembekuan Operasi Worldcoin
Pada Mei 2025, Kominfo resmi membekukan izin operasi Worldcoin dan WorldID di Indonesia karena kekhawatiran terhadap keamanan data pribadi pengguna. Keputusan ini diambil setelah fenomena pemindaian retina menjadi viral dan memicu keresahan masyarakat. - Pemanggilan Pihak Worldcoin
Menteri Kominfo mengumumkan rencana memanggil perwakilan Worldcoin untuk mengusut sistem pengumpulan data retina dan memastikan kepatuhan terhadap Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang mulai berlaku penuh pada Oktober 2022. - Pemantauan oleh Polri
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) turut memantau fenomena ini untuk mencegah potensi penyalahgunaan data atau aktivitas ilegal terkait pengumpulan biometrik. - Peningkatan Kesadaran Publik
Pemerintah mendorong edukasi publik tentang risiko data biometrik melalui kampanye digital dan kerja sama dengan media. Kominfo juga menekankan pentingnya izin eksplisit dan transparansi dalam pengumpulan data pribadi.
Meski langkah-langkah ini menunjukkan respons cepat, beberapa pakar menilai bahwa regulasi di Indonesia masih perlu diperkuat, terutama dalam mengatur penyimpanan dan transfer data biometrik lintas negara.
UU PDP diharapkan menjadi landasan kuat, tetapi implementasinya masih menghadapi tantangan, seperti kurangnya sumber daya untuk pengawasan.
Tips Melindungi Diri dari Risiko Pemindaian Retina
Untuk menghindari bahaya penyalahgunaan data retina, berikut adalah langkah-langkah yang dapat Anda lakukan:
- Pahami Risiko Sebelum Berpartisipasi: Jangan tergiur imbalan cepat tanpa memahami konsekuensi jangka panjang.
- Periksa Kebijakan Privasi: Pastikan perusahaan transparan tentang pengelolaan data Anda.
- Gunakan Hak Privasi Anda: Menurut UU PDP, Anda berhak menolak pengumpulan data atau meminta penghapusan data.
- Laporkan Aktivitas Mencurigakan: Jika menemukan praktik pengumpulan data yang tidak etis, laporkan ke Kominfo atau otoritas terkait.
Kesimpulan
Fenomena pemindaian retina mata ditukar uang, seperti yang dipopulerkan oleh Worldcoin, menawarkan kemudahan finansial namun menyimpan risiko besar.
Kontroversi di kalangan pakar menyoroti masalah etika, transparansi, dan keamanan data, sementara bahaya penyalahgunaan data retina dapat menyebabkan pencurian identitas hingga pelanggaran privasi seumur hidup.
Pemerintah Indonesia telah merespons dengan membekukan operasi Worldcoin dan memperkuat regulasi melalui UU PDP, tetapi tantangan implementasi tetap ada.
Sebagai pengguna, penting untuk bijak dalam melindungi data pribadi dan memahami risiko teknologi biometrik.
Bagikan artikel ini untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya privasi data! Apa pendapat Anda tentang fenomena ini? Tulis di kolom komentar dan ikuti kami untuk pembaruan teknologi terbaru.