Ketua BPIP, Ternyata Guru Besar Islam Di Kampus Ini. Berikut Biografinya...
Yudian Wahyudi: Kontroversi di Balik Kiprah Akademisi dan Pejabat
Yudian Wahyudi, sosok yang namanya kerap menghiasi pemberitaan media masa saat ini, adalah seorang akademisi, guru besar, dan pejabat yang dikenal dengan kepribadiannya yang kontroversial. Perjalanan hidupnya, yang dipenuhi dengan pencapaian akademis yang gemilang, tak jarang diiringi oleh kontroversi yang mewarnai berbagai kebijakan dan pernyataannya.
Lahir dan besar di Yogyakarta, Yudian menapaki pendidikannya di lingkungan akademis yang kental dengan nilai-nilai keagamaan. Ia menyelesaikan pendidikan sarjananya di UIN Yogyakarta (saat itu IAIN) dengan mengambil jurusan Peradilan Agama. Minatnya pada studi Islam membawanya melanjutkan pendidikan magister di bidang Islamic Studies di kampus yang sama.
Kehausannya untuk menggali ilmu lebih dalam mengantarkannya ke McGill University, Kanada, tempat ia meraih gelar doktor (PhD). Perjalanan akademisnya berlanjut di Harvard Law School, Amerika Serikat, yang ia tempuh pada periode 2002-2004.
Kiprah akademis Yudian terukir jelas melalui karya-karyanya yang beragam. Ia aktif menulis artikel ilmiah dan buku, termasuk "Aliran dan Teori Filsafat Islam" (1995), "Hassan Hanafion Salafism and Secularism" (2006), dan "Berfilsafat Hukum Islam dari Harvard ke Sunan Kalijaga" (2014). Dedikasinya pada dunia literasi juga terlihat dari kiprahnya sebagai penerjemah. Ia telah menerjemahkan lebih dari 65 buku dari bahasa Arab, Inggris, dan Prancis ke bahasa Indonesia.
Keahlian dan pengalamannya di dunia akademis membuka jalan bagi Yudian untuk menjabat sebagai Rektor UIN Sunan Gunung Kalijaga pada periode 2016-2020. Menurut laman resmi UIN Sunan Gunung Kalijaga, sampai saat ini Yudian berstatus aktif mengajar. Dia mengajar untuk mata kuliah Hermeneutika Islam, Maqasid Syariah: Teori dan Metodoligi, serta Studi Al-Quran dan Al-Hadis Perspektif Pendidikan Islam. Jabatan ini menjadi batu loncatan bagi karirnya di ranah pemerintahan. Pada 5 Februari 2020, ia dilantik sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Namun, perjalanan karir Yudian tak lepas dari kontroversi. Masa jabatannya sebagai Rektor UIN Sunan Gunung Kalijaga diwarnai oleh kebijakan larangan penggunaan cadar bagi mahasiswi pada tahun 2018. Keputusan ini menuai protes dan dianggap sebagai bentuk pelanggaran kebebasan beragama.
Sejak menjabat Kepala BPIP, kontroversi yang melingkupi Yudian semakin bergelombang. Pernyataannya yang menyebut agama sebagai musuh terbesar Pancasila pada tahun 2020 menuai kecaman luas. Ia juga dianggap kontroversial karena menyelenggarakan lomba penulisan artikel dengan tema "Hormat Bendera Menurut Hukum Islam" dan "Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam" pada tahun 2021. Lomba ini dianggap sebagai upaya untuk memaksakan interpretasi agama terhadap simbol-simbol nasional.
Kontroversi terbaru muncul dari aturan yang dikeluarkan BPIP terkait larangan penggunaan jilbab bagi Paskibraka putri saat pengukuhan dan upacara kenegaraan 17 Agustus. Kebijakan ini memicu gelombang protes dari berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat Islam, pimpinan DPR RI, dan warganet.
Yudian, dengan segala kontroversi yang melingkupinya, menjadi sosok yang menarik untuk ditelaah. Ia adalah cerminan seorang akademisi dengan segudang prestasi, namun juga figur publik yang tak jarang memicu perdebatan dan perbedaan pendapat. Kisah hidupnya mengingatkan kita bahwa di balik pencapaian yang gemilang, terkadang tersembunyi sisi lain yang tak luput dari sorotan tajam publik.